Look up

Selasa, 30 November 2010

Unknown 16.28.00
oleh Mukhammad Aqil Muzakki
SYA EI062613026


PENDAHULUAN

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya, Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram”
[HR Bukhari Al-Buyu’: 7]

Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslim, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Sementara bagi mereka yang punya “uang” berbondong-bondong untuk mengasuransikan sebagian hartanya guna mendapat “pesangon” dimasa mendatang. Sungguh ironi, perbedaan penggunaan harta yang berkebalikan.

Apabila kita cermati, memang seolah tidak ada kaitannya antara pajak dengan asuransi. Namun dalam pembahasan ini, pemakalah memberikan informasi-informasi tentang kedua hal tersebut, semoga ada petunjuk yang bisa diambilnya. Untuk itulah, akan kami jelaskan masalah pajak dan asuransi ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan hal tersebut, mudah-mudahan bermanfaat.


RUMUSAN MASALAH

Pajak sebagaimana yang sering kita dengar dewasa ini sebetulnya adakah dalam pembahasan Al-Qur’an dan Hadis yang membicarakannya? Bagaimana hukum dan keberadaan pajak dalam Islam?
Apakah sebetulnya asuransi itu? Bagaimana Al-Qur’an dan Hadis membahas tentang asuransi? Adakah kaitannya antara pajak dan asuransi?

PEMBAHASAN

I. PAJAK
A. DEFINISI PAJAK
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak. Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar.

Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum.

B. HUKUM PAJAK DAN PEMUNGUTNYA MENURUT ISLAM
Dalam Islam telah dijelaskan dalil-dalil baik secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri, adapun dalil secara umum, sebagaimana firman Allah:

                
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan masih ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
[QS At-Taubah: 41].

            •    
“dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Alah, dan janganah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
[QS Al-Baqarah: 195].

                    •     

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil…”[QS An-Nisa : 29].
Dalam ayat tersebut di atas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya apabila dipungut tidak sesuai aturan. Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya”

Adapun dalil secara khusus yang mengancam apabila pajak tidak dipungut dengan benar di antaranya bahwa Rasulullah bersabda:
إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِى النَّارِ
“Sesungguhnya pelaku/ pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]

Dalam perjalanannya, hukum pajak sering dikaitkan dengan zakat karena terdapat beberapa persamaan meskipun terdapat pula perbedaannya. Berikut beberapa persamaan dan perbedaannya.
Tabel 1 Persamaan Pajak dan Zakat
Persamanaan Pajak Zakat
Adanya unsur paksaan dan atau kewajiban, serta hukuman  
Disetorkan pada pemerintah, baik pusat maupun daerah  
Para wajib pajak/ zakat tidak mendapat imbalan dari pemerintah  
Bertujuan untuk kemasyarakatan, ekonomi, politik, pembangunan, dan yang lainnya.  

Tabel 2 Perbedaan Pajak dan Zakat
Perbedaan Pajak Zakat
Arti Utang, upeti, beban yang wajib dibayar. Bersifat paksaan dan penindasan. Suci dan mensucikan, wajib dibayarkan demi mensucikan hartanya. Bersifat dorongan.
Kewajiban Sebagai warga Negara (umum) Sebagai hamba Allah (muslim)
Ketentuan Kebijakan pemerintah Hukum Allah
Nominal Bisa ditambah, dikurang bahkan dihapus sesuai kebijakan Permanen sesuai jenis zakat
Sasaran Umum, sesuai dengan peraturan pemerintah Delapan ashnaf, sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis
Harapan Dipergunakan dengan baik oleh pemerintah (hablu minannas) Diterima Allah hablu minallah, hablu minannas)
Zaman dulu Hanya untuk non muslim yang tinggal di negeri muslim (jizyah) Wajib bagi seluruh muslim kapanpun dan dimanapun

Dalam madzhab Hanafiah, Malikiah, Hanabilah, dan Syafi’iah dibenarkan memungut dana selain zakat kepada rakyat yang mampu. Bahkan oleh Imam Ghozali, Imam Syatibi ditegaskan bahwa apabila kas Negara (Baitul Mal) kosong, dapat dipungut pajak, karena memang diperlukan oleh pemerintah (penguasa).

C. MACAM-MACAM PAJAK
Diantara macam pajak yang sering kita jumpai ialah :
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dikenakan terhadap tanah dan lahan dan bangunan yang dimiliki seseorang.
 Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang.
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

 Pajak Barang dan Jasa dll.


II. ASURANSI

A. DEFINISI ASURANSI
Asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kecelakaan atau lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung setiap bulan.
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang berarti asuransi atau jaminan. Kata insurance telah diadopsi ke dalam kamus bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan. Menurut Wijoyo Prodjodikoro, asuransi adalah suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat suatu peristiwa yang belum jelas.
A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (subtitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi adalah “suatu perjanjian (timbal balik) dengan mana yang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.

B. PADANAN KATA ASURANSI
1. Takaful
Secara bahasa, takaful berasal dari kata (kafala) yang berarti menolong, mengasuh, memelihara, memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang.

                        •            

“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; Maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan Hai Musa,” [QS Thaha: 40].
•                        

“Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”[QS. An-Nisaa: 85].
Dalam pengertian fiqih mu’amalah adalah saling memikul resiko diantara sesama muslim, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.
2. At Ta’min
At Ta’min berasal dari kata amana, yang berarti memberikan perlindungan,rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
       
“ yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” [QS. Qraisy: 4].
Menjelaskan tentang pemenuhan dasar manusia dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Maka dari itu, jika manusia beriman kepada Allah SWT, rasa aman akan timbul ketika kebutuhan dasar manusia terpenuhi untuk saat ini dan yang akan datang.
3. At Thadamun
Berasal dari kata dhamana yang berarti saling menanggung.

C. HUKUM ASURANSI
Segala sesuatu adalah milik Allah, rizki dan musibah hanya Dia yang Maha Tahu. Manusia hanya bisa memprediksi dan meminimalisir musibah.
•            •         

“… dan siapa (pula) yang memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?…
[QS An-Naml: 64]
   •     

“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rizki kepadanya.” [QS Al-Hijr: 20].

                          

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”[QS Ali Imron: 145].

              •  •          

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Q.S. Ali Imron : 185].

Dari ayat Q.S. Ali Imron: 145 dan 185 menjelaskan tentang kewajiban manusia meminimalisasi atau mengurangi kerugian karena kematian dengan cara memberikan perlindungan terhadap jiwanya untuk kepentingan ahli warisnya (mengurangi beban ekonomi ahli warisnya).

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَنْ نَفَّسَ عَن مُؤْمِنٍ كُرَابِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله ُعَنْهُ كُرْبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلىَ مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله ُعَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: “barang siapa yang menghilangkan kesulitan dunianya seorang mu’min maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa mempermudah kesulitan orang mu’min, maka Allah SWT akan mempermudah urusan di dunia dan akhirat. [H.R. Muslim].

D. MACAM-MACAM ASURANSI
Macam –macam Takaful
 Takaful Kebakaran
Memberikan perlindungan terhadap benda seperti toko, industri, kantor, dan lainnya dari kerugian yang dilakukan oleh kebakaran, kejatuhan pesawat terbang, ledakan gas, dan sambaran petir.
 Takaful Pengangkutan Barang
Memberikan perlindungan terhadap kerugian atas harta benda yang sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yang disebabkan alat pengangkutnya mengalami musibah atau kecelakaan.
 Takaful Keluarga
Di dalamnya mencakup takaful pembiayaan, berjangka, pendidikan, kesehatan, wisata dan umroh, dan takaful perjalanan haji.

E. Tujuan Asuransi Syariah
1. Menghindari Maghrib (Maisir, Gharar, Riba)
a. Maisir (judi)
               
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” [QS. Al Maidah: 90].
b. Gharar (ketidakpastian)
Rosulullah bersabda :
“Abu Hurairah mengatakan bahwa Rosulullah SAW. melarang jual beli hashah dan gharar.” [HR. Bukhori-Muslim].
2. Memberikan rasa aman dan nyaman
       
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”[QS Quraisy: 4].
3. Menimbulkan rasa tolong menolong
      •   •    
“... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[QS Al-Maidah: 2].

F. Akad dalam Asuransi Syariah
Akad-akad dalam asuransi syariah dapat dilakukan dengan:
1. Mudharabah
Akad kerja sama antara pemilik modal (shohibul mal) dengan peminjam atau pelaksana kerja (mudhorib), dengan keuntungan akan dibagi hasil yang nisbahnya sudah ditentukan sesuai dengan perjanjian.
  •                   •    

“… dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya, dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS Al Muzammil: 20]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayidina Abbas bin Abdul Muthollib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menjalani lembah yang berbahaya atau membeli ternak, jika menyalahi aturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut, disampaikanlah syarat tersebut kepada Rosulullah beliau memperbolehkannya. [H.R.Ath-Thabrani].
2. Musyarakah
Akad kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana pemilik modal juga sebagai pekerja, begitu pula sebaliknya yang kemudian presentase (besar atau kecil) bagi hasil yang dibagikan tergantung pada seberapa modal dan jasa yang diberikan.

                                                                     •                             

“… dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” [QS An Nisaa: 12].
Kedua ayat diatas menjelaskan tentang pembenaran manusia bersyarikat atau bekerja sama oleh Allah SWT, dengan ketentuan-ketentuan yang mereka buat sendiri, selama tidak melanggar hukum syara’.

G. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Tabel 3 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No Asuransi Syariah Asuransi Konvensional
1. Memiliki Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan perencanaan, proses, dan prakteknya. Tidak memiliki DPS
2. Akad yang digunakan adalah akad tolong menolong (tabarru),
QS. Al Baqarah: 261 Akad yang digunakan adalah akad jual beli (tijarah), dengan tujuan komersil.
3. Kepemilikan dana ada pada nasabah, perusahaan hanya sebagai perantara Kepemilikan dana ada pada perusahaan.
4. Dalam mekanisme tidak mengenal dana hangus. Mengenal dana hangus.
5. Pembayaran klaim berasal dari dana terbaru Pembayaran klaim diambil dari rekening perusahaan.

KESIMPULAN

Inspirasi dari tengah sawah
Pajak merupakan kewajiban warga negara dalam menyisihkan prosentase atas jumlah nominal suatu benda atau penghasilan yang dimilikinya kepada pemerintah. Hal tersebut diatur dalam UU Perpajakan yang dibuat oleh pemerintah. Kaitannya dengan zakat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis merupakan kewajiban yang harus dibayarkan. Hukum pajak diatur manusia, sedangkan hukum zakat diatur oleh Allah SWT. Sebagai warga negara dan umat Islam, maka kita diwajibkan atas keduanya. Meskipun ada beberapa fuqoha yang berbeda pendapat tentang wajib keduanya, atau salah satu diantaranya.
Sedangkan asuransi, sama-sama tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun dalam Islam sering kita kenal istilah asuransi syariah atau takaful dan beberapa istilah lainnya. Asuransi merupakan jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung/ nasabah kepada pihak tertanggung/ perusahaan asuransi untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kecelakaan atau lainnya. Apabila terjadi kerugian seperti tersebut di atas maka pihak tertanggung/ perusahaan asuransi membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung/ nasabahnya. Dengan kata lain, asuransi adalah simpanan/ cadangan dana yang digunakan bila terjadi kerugian dimasa mendatang. Hukum asuransi (syariah) pada dasarnya adalah boleh, bahkan dianjurkan. Hal itu karena asuransi termasuk dalam produk muamalah dengan salah satu akadnya adalah tabarru’.

Tabel 4 Persamaan Pajak dan Asuransi
Persamanaan Pajak Asuransi
Merupakan hasil karya manusia  
Disetorkan pada institusi terkait  
Bertujuan untuk kemaslahatan  

Tabel 5 Perbedaan Pajak dan Asuransi
Perbedaan Pajak Asuransi
Akad Utang/ upeti Muamalah
Hukum Kewajiban terhadap pemerintah Boleh dan atau anjuran
Alokasi dana Umum untuk warga negara Nasabah/ penanggung
Ketentuan Kebijakan pemerintah Kebijakan perusahaan
Pengembalian Dalam bentuk umum Dalam bentuk premi



DAFTAR PUSTAKA


Ali, A. M. Hasan, 2004, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media.

Ali, Zaenuddin, 2008, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika.

Hasan, M. Ali, 2000, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hasan, M. Ali, 2000, Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

www.nahimunkar.com/pajak-dalam-islam.

www.alqiyamah.wordpress.com/pajak-dalam-islam/nasehat-untuk-para-pemungut-pajak.

www.alqiyamah.wordpress.com/pajak-dalam-islam/shahih-wa-dhaif-jamiush-shagir-7662/-irwa-al-ghalil-1762-dan-1459/
Description: AYAT DAN HADIS TENTANG PAJAK DAN ASURANSI
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: AYAT DAN HADIS TENTANG PAJAK DAN ASURANSI

Tidak ada komentar:

Apakah blog ini membantu?

Networking Area