Look up

Rabu, 27 Mei 2009

Unknown 03.59.00 ,
oleh: Mukhammad Aqil Muzakki*

Siapakah dibalik keterbelakangan mahasiswa STAIN?
Tanpa disadari sampai sekarang kita masih dimanfaatkan hanya untuk sebuah nama kelembagaan, STAIN Purwokerto. Tanpa ada rasan perbaikan atau kenaikan gengsi dari sebuah Sekolah Tinggi. Dari atasan selalu menyalahkan bawahan yang dianggap pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan, dari bawahan selalu menganggap bahwa atasan tidak becus dalam memenej lembaga ini ketika ada pengkritisan. Itulah STAIN, kontrofersinya tidak pernah lepas dari bagaimana caranya kita bisa menyalahkan orang lain dan mencoba menyelamatkan diri ketika ada sesuatu yang mengancam posisinya. Memang itu wajar adanya, dan banyak dilakukan oleh mahluk sejagat raya sekalipun. Tapi yang perlu dipoles adalah bagaimana kita mencari solusi yang solutif untuk menyelesaikan sebuah masalah. Bukan malah saling tuding, hantam sana hantam sini, mencari kambing hitam yang tak pernah jelas keberadaannya.

Kita warga intelektual sob, bukan anak TK yang beraksi dalam perebutan sebuah permen. Itulah gambaran penulis pada keadaan disekitar Kampus hijau ini dalam penyikapan beberapa hal. Dimana profesionalitas kita sebagai insan Sekolah Tinggi, sebagai insan Agama Islam, apalagi yang bernaung dibawah instansi Negeri masih menjadi tanda tanya besar buat khalayak.

Malas, kepentingan pribadi, saling menjatuhkan, acuh, itu alasan klasik sob, yang seharusnya tidak ada di jaman posmodern ini. Rubahlah cara pandang kau yang demikian itu...

Bagiku, senyum adalah teror.
Artinya kita tidak boleh puas akan sesuatu yang dibanggakan oleh orang lain, tapi bagaimana kita bisa berusaha agar lebih membanggakan bagi orang lain. Dan tidak hanya kita, tapi mengupayakan agar orang lain juga dapat dibanggakan. Jika kita tidak dapat menjadikan diri kita sebagai sesuatu yang dibanggakan oleh orang lain, maka usahakan agar orang lain dapat menjadi kebanggan kita. Memang sulit kedengarannya, tapi apalah arti hidup jika keberadaan kita tidak ada manfaatnya. Selalu ada pergerakan untuk berubah menjadi lebih baik.

Hanya saja, ada sesuatu yang bisa dibilang aneh di kampus ini. Selalu ada penghalang ketika kita berusaha untuk bermetamorfosis. Hanya karena alasan sepele yang bisa dibilang kurang logis. Apalagi untuk sesuatu yang bersifat traumatik dengan resiko-resiko yang sebetulnya bisa ditanggulangi. Usulan hanyalah sebuah usulan, kritikan hanyalah sebuah kritikan tanpa ada tindakan yang jelas untuk menyelesaikannya. Setiap usaha perbaikan selalu ditampik dengan tingkah menyepelekan, seolah itu tidak perlu. Kita selalu pengin dihormati, tapi kita tidak pernah mengusahakan orang lain untuk sama-sama dihormati. Egoisme untuk sebuah kepentingan yang konyol tanpa pemikiran panjang yang strategis.

Logika berpikir seorang aktivis kebanyakan adalah jika usulan tidak diterima maka kita pake cara lobi, kita diskusikan disitu dengan pemikiran jernih untuk mencari mufakat tentang usulan yang diajukan. Diulang jika perlu, kalau memang belum juga ketemu diwaktu yang lain. Tapi kalau yang ada hanya alasan yang berbelit tanpa ada kinginan untuk sebuah perwujudan, apasalahnya kita demo....!!!

Apa adanya emang perlu untuk menghidari sikap besar hati, dan itu ada waktunya, ada tempatnya. Bukan berarti segala sesuatu itu harus apa adanya tanpa usaha untuk bagaimana mengusahakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada meskipun tidak seutuhnya. Itulah jiwa insan pergerakan, yang mau bergerak untuk positifisme perubahan. Banyak orang bilang bilang bahwa kita baru boleh pasrah ketika semua usaha yang kita lakukan belum sesuai apa yang kita idamkan. Tapi realitanya banyak orang yang pasrah ketika baru mencoba untuk usaha. Kalau itu si cuma mimpi bukan impian. Kita hanya dicukupkan untuk mengetahui sebuah jawaban tanpa keinginan untuk mencari tahu bagaimana jawaban itu bisa muncul...

Ahirnya,
Jika STAIN memang benar-benar ingin beralih dari keterbelakangan, hormatilah orang lain dan usahakan. Selalu saling support, minimal menjadi stimulus untuk keberhasilan sebuah usaha perbaikan jika kita tidak bisa menjadi bagian dari perubahan itu, perkembangan itu. Berkaca dari sesuatu yang telah berhasil, dari sesuatu yang lebih besar, dari potensi yang kita punya untuk dikembangkan dan diberdayakan. Bukan untuk didiskriminasikan, banggalah akan kreatifitas anak sendiri, dengan pendampingan yang lebih matang pasti akan menjadi kebanggan bersama.

*Mahasiswa UIN Purwokerto yang sekarang masih disebut STAIN
Description: ATAS NAMA MAHASISWA
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: ATAS NAMA MAHASISWA

Tidak ada komentar:

Apakah blog ini membantu?

Networking Area