Oleh: Mukhammad Aqil muzakki
SYARIAH EI 062623026
Muzakki |
Resiko bukan merupakan kekhususan yang terdapat hanya pada sistem keuangan Islam saja. Resiko ada pada semua sistem keuangan, yakni resiko-resiko yang berkaitan dengan uang pemerintah (fiduciary money), fluktuasi nilai tukar dan suku bunga, kredit macet, kegagalan opersional, bencana alam, kejahatan orang lain, dan kelemahan manajerial dan lingkungan. Sistem keuangan Islam pun terekspos juga pada resiko-resiko terebut. Satu-satunya resiko yang hanya dihadapi oleh sistem keuanga Islam adalah resiko yang datang dari penerapan metode PLS. Dalam hal ini pun, sebenarnya bank-bank umumnya juga mengalaminya, sampai batas-batas tertentu.
Resiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated), yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan modal bank. Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya kemungkinan resiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitasnya. Secara spesifik resiko-resiko yang akan menyebabkan bervariasinya tingkat keuntungan bank meliputi resiko likuiditas, resiko kredit, resiko tingkat bunga dan resiko modal. Bank syariah tidak akan mengahapi resiko tingkat bunga, walaupun dalam lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya resiko likuiditas sebagai akibat adanya nasabah yang menarik dana dari bank syariah dan berpindah ke bank konvensional.
Bank harus memerhatikan dengan serius potensi resiko yang dihadapinya dan mengembangkan sistem untuk mengidentifikasikasi, mengontrol, dan mengelola resiko-resiko tersebut. Pengembangan budaya manajemen resiko pada bank merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tanggung jawab otoritas pengawasan dan regulator. Oleh karena itu, otoritas pengawas juga harus mengenal baik karakter resiko bank syariah dan turut serta dalam pengembangan manajemen resiko yang efisien.
Operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen resiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur dihantam resiko. Oleh karena itu, apa yang dapat dilakukan? Cara cepat dan efektif adalah mengadopsi sistem manajemen resiko bank konvesional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan syariah. Inilah yang dilakukan BI sebagai regulator perbankan nasional yang akan menerapkan juga bagi perbankan syariah
A. DEFINISI MANAJEMEN RESIKO
Dalam konteks penerapan manajemen resiko, pedoman yang dijalankan selama ini, dibuat hanya untuk bank-bank konvensional. Padahal pemain dalam bisnis perbankan dunia dan nasional tidak hanya bank konvensional, tetapi juga telah diramaikan oleh bank dengan prinsip syariah yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka bagaimana penerapan manajemen resiko pada bank-bank syariah?
Secara historis penerapan manajemen resiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak 1992.[1] Sementara itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia sistem perbankan syariah, hal ini merupakan tantangan yang berat. Bank syariahpun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen resiko, mengingat perbankan konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun sistem dan mengembangkan teknik manajemen resiko.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 05/08/PBI/2003, Definisi Resiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian Bank. Sedangkan Manajemen Resiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank.
1. Cara Memperlakukan Resiko
§ Dihindari, apabila resiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk diambil, misalnya karena tidak masuk kategori Resiko yang diinginkan Bank atau karena kemungkinan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan
§ Diterima dan dipertahankan, apabila resiko berada pada tingkat yang paling ekonomis
§ Dinaikkan, diturunkan atau dihilangkan, apabila resiko yang ada dapat dikendalikan dengan tata kelola yang baik, atau melalui pengoperasian exit strategy
§ Dikurangi, misalnya dengan mendiversifikasi portofolio yang ada, atau membagi (share) resiko dengan pihak lain
§ Dipagari (hedge), apabila resiko dapat dilindungi secara atificial, misalnya resiko dinetralisir sampai batas tertentu dengan instrumen derivatif.
2. Fungsi Manajemen Resiko
§ Menetapkan limit umumnya mencakup pemberian kredit, penempatan non kredit, asset liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif.
§ Menetapkan kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit) untuk memastikan adanya integrasi pengukuran resiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku
§ Menetapkan metodologi untuk mengelola resiko dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga dapat diukur dan dipantau sumber resiko utama terhadap Bank.
3. Kerangka Manajemen Resiko
§ Identifikasi resiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik resiko yang melekat pada aktivitas fungsional, Resiko terhadap produk dan kegiatan usaha
§ Pengukuran resiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur resiko , Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran resiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor resiko yang bersifat material
§ Pemantauan resiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap eksposure resiko Penyempurnaan proses pelaporan terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor resiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang bersifat material Pelaksanaan proses pengendalian resiko, digunakan untuk mengelola resiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha.
B. JENIS-JENIS RESIKO
Bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Resiko untuk seluruh jenis resiko. Bank yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Resiko sekurang-kurangnya untuk 4 (empat) jenis Resiko: Kredit, Pasar, Likuiditas, Operasional. Dalam hal bank megalami kerugian karena resiko hukum, reputasi, strategis, dan atau kepatuhan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, Bank wajib menerapkan Manajemen Resiko terhadap resiko dimaksud.[2]
Berikut Jenis-jenis resiko dalam perbankan:
1. Resiko Kredit adalah Resiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty (Peminjam dana) dalam memenuhi kewajibannya.
2. Resiko Pasar adalah Resiko yang timbuk karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar dalam huruf ini adalah suku bunga dan nilai tukar.
3. Resiko Likuiditas adalah Resiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
4. Resiko Operasional adalah resiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
5. Resiko Hukum adalah Resiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6. Resiko Strategis adalah Resiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsif Bank terhadap perbuhan eksternal.
7. Resiko Kepatuhan adalah Resiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan Resiko Kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara konsisten.[3]
C. PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO
Displace Commercial Risk: adalah transfer resiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas atau pada saat return investasi di bank syariah lebih rendah dari suku bunga bank konvensional, bank syariah menjadi rentan terhadap penarikan dana investasi oleh nasabah dimaksud (displacement risk).[4] Resiko ini muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat return (AAOIFI, 1999)[5] Displace commercial risk mengimplikasikan bahwa, meskipun bank mungkin beroperasi dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syariah, namun bank tidak memiliki tingkat return yang kompetitif dibandingkan dengan bank syariah lain dan/atau kompetitor lainnya. Deposan, sekali lagi, memiliki alasan untuk menarik dananya. Untuk menghindari penarikan dana ini, pemilik bank perlu mengalokasikan sebagian dari profit yang diterima kepada para deposan investasi.
Untuk memitigasi resiko komersial ini, bank syariah bisa memutuskan menghilangkan bagian keuntungan untuk mempertahankan simpanan mereka dan karena itu membujuk depositor untuk tidak menarik dana mereka. Bank syariah sering kali masuk dalam praktik self-imposed untuk membujuk pemegang rekening investasi agar tidak menarik dana mereka yang ada di bank untuk diinvestasikan di tempat lain. Contoh ekstrim adalah Internasional Islamic Bank for Investment & Development di Mesir, yang mendistribusikan semua keuntungannya kepada pemegang rekening investasi dan pada saat yang sama pemegang saham tidak menerima apapun dari pertengahan sampai akhir 1980-an (Warde, 2000).[6]
Adanya displacement risk mengharuskan manajemen bank syariah memiliki kemampuan dalam mengenali karakteristik pemilik dana dan mengukur sensitivitasnya terhadap return perbankan konvensional. Sehingga dua standar praktik yang dikembangkan untuk menghindari penarikan dana tersebut, pertama, profit equalization reserve (PER) dan Investment Risk Reserve (IRR).
Contoh resiko pembiayaan dalam perbankan syariah:
§ Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
ü Resiko : Ketidakmampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar di akhir periode
ü Penyebab : Jika pembayaran dilakukan dengan sistem Ballon Payment (pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode)
ü Solusi : Memperpanjang jangka waktu sewa
[1] Tedy Fardiansyah Idris, 2009, Tantangan Manajemen Resiko Bank Syari’ah, dikutip dari InfoBankNews.com
[3] Ibid -
[4] Kajian tentang Konsep Tingkat Kesehatan Bagi Bank Syariah. Bank Indonesia: Direktorat Perbankan Syariah, 2003. hlm. 113
[5] Khan, Tariqullah. 2008. Manajemen Resiko; Lembaga Keuangan Syariah. Editor, Fatna Yustianti. Jakarta: Bumi Aksara, Hal. 53
[6] Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor. 2008.An Introduction to Islamic Finance: Theory and Practice. Terjemahan. Jakarta: Kencana, hlm. 297
Description: MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH
Tidak ada komentar: