pengantar,...
Ekonomi zaman rasul dan khalifah |
Untuk penyediaan dan atau penjaminan akan kelayakan
kehidupan rakyatnya tentu saja dibutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena
itu marilah kita tengok dahulu bagaimana penyediaan dana untuk kemakmuran
rakyat ini pada masa Rosul saw dan ke khalifaan sesudah beliau.
Pada era kepemimpinan Rosul Muhammad saw. Beliau adalah
pemimpin Negara dan pemutus segala keperluan rakyat, di masa kepemimpinan
beliau dana hasil dari rakyat berupa zakat maupun ghaniyah (harta rampasan perang)
langsung ditangani oleh beliau, dana yang masuk pada pagi hari maka disore hari
sudah habis beliau bagikan kepada umatnya, dan begitu pula sebaliknya harta
yang terkumpul di sore hari maka di pagi hari juga sudah beres dibagi kepada
umat beliau.
Pada masa kekhalifaan yang pertama muncul istilah Baitul
Maal, karena pada awal era kekhalifaan pengaruh islam semakin luas dan semakin
banyak yang menyerahkan zakat kepada khalifa, karena itu Abu Bakar as shidiq
berinisiatif untuk membuat sebuah tempat khusus untuk menyimpan harta zakat
tersebut karena harta zakat tersebut tak habis dibagikan pada umat dalam waktu
satu hari.
Kemudian pada masa kepemimpinan Umar bin Khatab ra. Islam
semakin menyebar luas dan harta zakat yang dikirimkan ke pusat pemerintahan
Madinah semakin banyak begitu pula juga dengan harta rampasan perang jumlahnya
juga semakin besar. sehingga diambil keputusan untuk menyimpan untuk keperluan
darurat. Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal secara resmi dilembagakan,
dengan maksud awal untuk pengelolaan dana tersebut.
Eksistensi lembaga Baitul Mal pada awalnya merupakan
konsekwensi profesionalitas manajemen yang dilakukan pengelola zakat (amil).
Namun ia juga merefleksikan ruang lingkup Islam, dimana Islam didefinisikan
juga sebagai agama dan pemerintahan, qur’an dan kekuasaan, sehingga Baitul Mal
menjadi salah satu komponen yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan
kekuasaan dari negara. Jadi ketika juga negara harus mengelola
penerimaan-penerimaan negara baik yang diatur oleh syariah maupun yang didapat
berdasarkan kondisi pada saat itu, negara membutuhkan lembaga yang menghimpun,
mengelola dan mendistribusikan akumulasi dana negara tersebut untuk kepentingan
negara, baik penggunaan yang memang diatur oleh syariah atau juga yang merupakan
prioritas pembangunan ketika itu. Lebih lengkapnya penggunaan dana-dana yang
terkumpul dalam Baitul Mal sudah dijabarkan pada bahasan anggaran negara pada
bab ini.
G.1.1. Hirarki Organisasi dan Operasionalnya
Pada masa Umar bin Abdul Azis, dalam oparasionalnya
institusi Baitul Mal dibagi menjadi beberapa departemen. Pembagian departemen
dilakukan berdasarkan pos-pos penerimaan yang dimiliki oleh Baitul Mal sebagai
bendahara negara. Sehingga departemen yang menangani zakat berbeda dengan yang
mengelola khums, Jizyah, Kharaj dan seterusnya.
Yusuf Qardhawy (1988) membagi baitul mal menjadi empat
bagian (divisi) kerja berdasarkan pos penerimaannya, merujuk pada aplikasi masa
Islam klasik :
1. Departemen khusus untuk sedekah (zakat).
2. Departemen khusus untuk menyimpan pajak dan upeti.
3. Departemen khusus untuk ghanimah dan rikaz.
4. Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui
warisnya atau yang terputus hak warisnya (misalnya karena pembunuhan).
Hal ini sebenarnya juga telah diungkapkan pula oleh Ibnu Taimiyah, beliau mengungkapkan bahwa dalam adminstrasi keuangan Negara, dalam Baitul Mal telah dibentuk beberapa departemen yang dikenal dengan Diwan (dewan). Dewan-dewan tersebut diantaranya:
1. Diwan al Rawatib yang berfungsi mengadministrasikan gaji
dan honor bagi pegawai negeri dan tentara.
2. Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah yang berfungsi
mengelola poll taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris.
3. Diwan al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj.
4. Diwan al Hilali yang berfungsi mengkoleksi pajak
bulanan.
Pada hakikatnya pengembangan institusi dan kebijakan dalam ekonomi Islam tidak memiliki ketentuan
Merujuk pada apa yang telah dijelaskan oleh Qardhawi
tentang institusi Baitul Mal, dalam operasionalnya, salah satu kebijakan
pengelolaan pendapatan Negara adalah ketika dana yang dimiliki departemen
sedekah (zakat) yang fungsinya memenuhi kebutuhan dasar warga negara kurang,
maka dapat menggunakan dana dari departemen lain yaitu departemen pajak dan
upeti. Namun pada masa klasik Islam hal ini dilakukan dengan skema hutang,
artinya jika suatu saat departemen sedekah sudah memiliki kecukupan dana, maka
hutang tadi harus dilunasi pada departemen pajak dan upeti. Tahapan penggunaan
keuangan negara ini sesuai dengan yang dijelaskan sebelumnya, dimana sumber
keuangan negara utama adalah zakat, kemudian fay’ dan pajak. Jika masih juga
kekurangan maka negara akan melakukan skema takaful, dimana semua harta
dikumpulkan negara dan dibagikan sama rata.
Sumber: disadur dari http://abiaqsa.blogspot.com/2007/09/baitul-mal-dalam-keuangan-publik.html
Description: Sumber Ekonomi Islam Pada Zaman Rosul dan Khalifah
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: Sumber Ekonomi Islam Pada Zaman Rosul dan Khalifah
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: Sumber Ekonomi Islam Pada Zaman Rosul dan Khalifah
Tidak ada komentar: