oleh: Mukhammad Aqil Muzakki
PEMBAHASAN
1. ILMU
Apabila kembali kita telaah pengertian dan definisi yang
dikemukakan oleh berbagai filosof, kita temukan di antaranya ada yang
menyatakan hubungan ketat antara kedua itu. Dikurun Plato dan al-Kindi batas
antara filsafat dan ilmu boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof menguasai
semua ilmu. Dan ilmu-ilmu lahir dari filsafat. Perkembangan dan kemajuan ilmu
yang demikian meluas dalam kurun kita, mempersempit medan filsafat. Apa yang
dahulu difilsafatkan, karena belum mungkin diteliti atau dieksperimen, sekarang
dengan kemajuan ilmu, telah dirangkumnya masuk ke dalam bidangnya. Karena itu
ada yang berkata, filsafat itu itu tidak begitu diperlukan sekarang.
Kedudukannya telah digantikan, bahkan dikalahkan oleh ilmu.
Batas filsafat dan ilmu, Dalam kurun filsafat Yunani dan filsafat
islam memang kabur batas filsafat dan ilmu. Pengetahuan yang bersumber pada
manusia dalam tiga jenis, untuk memperjelas batas itu. Dalam ini kita perdalam
pembahasan tentang perbedaan antara kedua itu (tanpa lupa menyinggung segi
persamaannya), disamping menelaah peranan filsafat bagi ilmu.
Untuk dapat memahami perbedaan antara filsafat dan ilmu, harus
terjawab terlebih dahulu; apa itu filsafat?, dan apa itu ilmu?
Pengertian ilmu. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab (alima) dan
berarti pengetahuan. Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia kita
ekuivalenkan dengan istilah science. Science berasal dari bahasa Latin: scio,
scire, yang juga berarti pengetahuan.
Ilmu adalah pengetahuan. Tetapi ada berbagai pengetahuan. Dengan
“pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti, eksak dan betul-betul
terorganisasi. Jadi pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan tersusun baik.
Apa isi pengetahuan ilmu itu? Ilmu (Latin: Scientia) mengandung
tiga kategori isi; hipotesa , teori , dan dalil hukum. Ilmu merupakan
perkembangan lanjut dan mendalam dari pengetahuan indera. Kalau pengetahuan
indera menjawab pertanyaan apa yang
dialami oleh pancaindera, adalah pertanyaan ilmu berbunyi “bagaimana” dan “apa
sebabnya atau mengapa”. Pertanyaan pertama dijawab oleh kajian ilmiah dengan
melukiskan gejala-gejala perkara yang dinyatakan. Pernyataan kedua dijawab oleh
hubungan klasual (hubungan sebab-akibat) tentang perkara yang dinyatakan. Apa
sebabnya, apa akibatnya. Hubungan sebab-akibat tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera. Maka perlulah dilakukan
penelitian. Data yang dihasilkan oleh penelitian itu dianalisa dan
disimpukan secara logis.
Ilmu haruslah sistematis dan berdasarkan metodelogi dan ia berusaha
mencapai generalisasi. Dalam kajian
ilmiah, kipotesa kalau data yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup, maka
ilmuan membina hipotesa. Hipotesa ialah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah
data. Hipotesa memberi arah kepada penelitian dalam menghimpun data. Data yang
cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan kepada hipotesa. Kalau data itu
mensahihkan (valid) hipotesa, maka hipotesa menjadi tesis, atau hipotesa
menjadi teori. Kalau terori mencapai generalisasi yang umum, menjadi dalil lah
ia. Dan kalau teori memastikan hubungan sebab akibat yang serba tetap, maka ia
menjadi hukum.
Ada bermacam-macam jenis ilmu;
1.
Ilmu
praktis.
Ia
tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstrak,tidak hanya terhenti pada
teori, tapi menuju kepada dunia kenyataan. Ia mempelajari hubungan sebab-akibat
untuk diterapkan dalam alam kenyataan.
2.
Ilmu
praktis normatif.
Ia
memberi ukuran-ukuran (kriterium) dan norma-norma.
3.
Ilmu
praktis positif.
Ia
memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus dari pada ilmu praktis normatif.
Norma yang dikaji adalah nagaimana membuat sesuatu atau tindakan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil tertentu.
4.
Ilmu
spekulatif-ideografis.
Ilmu
spekulatif yang tujuannya mengkaji kebenaran objek dalam ujud nyata dalam ruang
dan waktu tertentu.
5.
Ilmu
spekulatif-nomotetis.
Ia
bertujuan mendapatkan hukum umum atau generalisasi substantive.
6.
Ilmu
spekulatif-teoritis.
Ia bertujuan
memahami kausalitas. Tujuannya memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa
tertentu.
Arthur Thomson mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan
fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah
sesederhana mungkin.Adapun tahap kerja ilmu ada 3, yaitu:
1.menghimpun
fakta-fakta data dari obyek studinya.
2.Pelukisan
fakta-fakta dengan jalan,
·
Membentuk
definisi dan pelukisan umum
·
Melakukan
analisis tentang fakta-fakta
·
Mengklasifikasi
fakta-fakta
3.Penjelasan fakta-fakta,dengan jalan
·
Menentukan
sebab-sebab
·
Merumuskan
hukum
2. KEBUDAYAAN
Nilai ilmu |
Kuntjaraningrat membagi kebudayaan menjadi 7 faset, yaitu:
1.
Peralatan
dan perlengkapan hidup manusia
2.
Mata
pencahariaan hidup dan system-sistem ekonomi
3.
System
kemasyarakatan
5.
Kesenian
6.
Ilmu
pengetahuan
7.
Religi
Beals dan Hoijer membaginya menjadi 5, yaitu:
1.
Teknologi
2.
Ekonomi
3.
Organisasi
sosial
4.
Religi
5.
Kebudayaan
lambing
Montagu membaginya menjadi 12, yaitu:
1.
Pola-pola
komunikasi
2.
Bentuk-bentuk
material
3.
Pertukaran
barang-barang dan jasa
4.
Bentuk-bentuk
milik
5.
Kelamin
dan pola-pola family
6.
Sosial
7.
Pemerintah
8.
Praktek
religi dan magi
9.
Mitologi
dan filsafat
10.
Ilmu
11.
Kesenian
12.
Rekreasi
Dari perbandingan teori-teori
kultural universal itu dapat pula kita membagi kebudayaan dalam 7 faset
atau cabang kebudayaan, yakni : sosial, ekonomi, politik, ilmu dan teknik,
seni, filsafat dan agama.ilmu memasukkan agama kedalam kebudayaan. Tetapi bagi
islam agama bukanlah kebudayaan.antara masyarakat dan kebudayaan terjalin
saling hubung dan saling pengaruh yang ketat sekali. Masyarakat adalah wadah
kebudayaan dan kebudayaan membentuk masyarakat.masyarakat ialah kelompok besar
manusia dalam mana hidup terjaring kebudayaan yang diamalkan oleh kelompok itu
sebagai kebudayaan mereka.
Ruang dan waktu menentukan kebudayaan.berbeda ruang, berbeda
kebudayaannya.berlainan waktu, berlainan pula kebudayaannya.
Cara berpikir dan cara merasa itu membentuk cara hidup.cara hidup
itu berisikan cara bertindak , cara berlaku atau cara berbuat. Orang melakukan
sesuatu karena sesuatu itu dipandangnya bernilai dan ia meninggalkan suatu
perbuatan karena dianggap tidak bernilai. Dengan demikian jelaslah, cara hidup
itu dibentuk oleh nilai-nilai.
Kalau masyarakat meninggalkan laku perbuatan yang selama ini mereka
amalkan, dikatakanlah bahwa masyarakat itu mengalami pergeseran nilai. Sutan
Takdir Alisyahbana memandang kebudayaan sebagai ‘’konfigurasi nilai’’. Susunan
nilai yang membentuk kebudayaan itu menurut Takdir ialah nilai-nilai:
1.
Ilmu
2.
Ekonomi
3.
Solidaritas
4.
Agama
5.
Seni
6.
Kekuasaan
Ilmu dapat diidentikan dengan teori, ekonomi dengan teknologi,
kekuasaan dengan politik, dan solodaritas berkaitan dengan sosial. Dipandang
dari teori pola kebudayaan sejagat, jenis nilai Takdir itu sama denngan
‘’kultural universal’’.
Filsafat ilmu |
Description: FILSAFAT ILMU; Sebuah Pengantar
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: FILSAFAT ILMU; Sebuah Pengantar
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: FILSAFAT ILMU; Sebuah Pengantar
Tidak ada komentar: