KATA PENGANTAR
A.
PENDAHULUAN 1
B. PEMBAHASAN 2
1.
Sejarah
Ekonomi Islam 2
2.
Pengertian
Ekonomi Islam 3
3. Asas Ekonomi Islam 3
4.
Pandangan
Islam terhadap Ekonomi 5
5.
Politik
Ekonomi Islam 6
6.
Kaidah
umum perekonomian 8
C. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
karunia rahmat hidayah-Nya, kegiatan penyusunan makalah dapat terlaksana dengan
baik.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu kegiatan proses
belajar-mengajar dalam kampus STAIN Padangsidimpuan, dalam upaya meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan yang bernuansa Islami.
Makalah yang berjudul EKONOMI
ISLAM ini menyajikan tentang bagaimana
ekonomi yang sesuai dengan syari’at Islam. Makalah ini berasal dari kumpulan berbagai buku
dan situs yang kami cari, kemudian sedemikian rupa kami
singkat menjadi sebuah makalah.
Pemakalah juga mengucapkan
terima kasih kepada Dosen pengajar yang telah memberikan kami bimbingan dan
bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Akhirnya, semoga Allah meridhoi kegiatan
penyusunan makalah ini dan memberikan
manfaat bagi kita semua yang membacanya.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam dalam
tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data
statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank
Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal
faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa
perbankan syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan
dana zakat di Indonesia.
Inti asas ekonomi Islam adalah hak
milik. Hak milik itu terdiri dari hak milik pribadi, hak milik umum, dan milik
Negara. Dalam realitas, banyak praktik ekonomi (mikro maupun makro) mengalami
kegagalan disebabkan kekeliruan pemahaman mengenai hak milik, seperti
mendapatkan harta korupsi atau suap untuk membangun fasilitas umum dianggap
benar, kebijakan sumber daya air, kebijakan sumber daya alam dan energi,
kebijakan pengentasan kemiskinan, kebijakan privatisasi BUMN Milik Umum,
kenaikan harga BBM dan berbagai penyimpangan lainnya.
B. PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Ekonomi Islam
Sebenarnya ada dua macam sejarah
ekonomi. Pertama adalah sejarah pemikiran ekonomi yang merefleksikan evolusi
pemikiran tentang ekonomi. Dan kedua adalah sejarah perekonomian yang
menggambarkan bagaimana perekonomian itu bisa menjadi perekonomian suatu
bangsa, misalnya Inggris atau Jepang, bias pula suatu kawasan misalnya Eropa
Barat, Timur jauh atau Asia Tenggara, dan bahkan perekonomian dunia berkembang.
Pemikiran
ekonomi Islam berusia setua Islam itu sendiri. Sepanjang 14 abad sejarah Islam
kita menemukan studi yang berkelanjutan tentang isu ekonomi dalam pandangan
syari’ah.[1][1]
Sebagian besar diskusi ini hanya terkubur dalam literatur tafsir Al-Qur’an,
sarah Hadits, dasar-dasar hukum Ushul fiqih dan Hukum Fiqih. Belum ada usaha
yang dilakukan untuk mengkaji lebih dalam materi-materi ini dan menyajikannya
secara sistematis. Studi ini dan studi filsafat moral dan histografi
mendapatkan perhatian ketika ilmu social yang baru dilahirkan tersebut menjadi
kurikulum di Universitas Negara muslim dan para sarjana mulai menjari warisan
Islam di bidang ini.
Beberapa
usaha telah dilakukan akhir-akhir ini untuk mempelajari ilmu ekonomi yang telah
diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Karena isi kedua sumber ini bersifat
ketuhanan, ekonomi Islam hanya berupa interpretasi manusia itu sendiri yang
dalam hal ini menampakkan ciri khas pemikiran ekonomi dalam Islam. Pengajaran
ekonomi di dalam Al-Qur’an dan Sunnah bersifat Universal, tetapi manusia
mencoba menginterpretasikan dan mengaplikasikannya sesuai dengan kepentingan
pada waktu dan tempat usaha-usaha tersebut dilakukan.
Tetapi
yang jelas banyak aktivitas pengaturan ekonomi yang dilakukan selama masa
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan Dinasti Umayyah yang berhubungan dengan
subjek ini seperti administrasi tanah kharaj.[2][2]
Pengumpulan dan pembayaran zakat, serta cara para penguasa dan penasehat
menggunakan Baitul Maal dalam
menangani permasalahan ekonomi pada masa mereka. Satu hal yang dapat ditangkap
dengan jelas adalah bahwa perhatian mereka pada pemenuhan kebutuhan, keadilan,
efisiensi, pertumbuhan, dan kebebasan merupakan objek utama yang
menginspirasikan ekonomi Islam sejak permulaan dulu.
2.
Pengertian
Ekonomi Islam
Ekonomi
Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka,
yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun
menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.[3][3]
Pandangan
islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan pandangan islam terhadap masalah
pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana sarana yang memberikan kegunaan (
utility ) adalah masalah lain. Karena itu, kekayaan dan tenaga manusia,
dua duanya merupakan kekayaan sekaligus
sarana yang bias memberikan kegunaan ( utility ) atau manfaat. Sehingga,
kedudukan kedua duanya dalam pandangan islam, dari segi keberadaan dan
produksinya dalam kehidupan, berbeda dengan
kedudukan pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.
3.
Asas
Sistem Ekonomi Islam
Kegunaan ( utility ) adalah kemampuan
suatu barang untuk memuaskan kebutuhan manusia. Karena itu, kegunaan ( utility
) tersebut terdiri dari dua hal : pertama,
adalah batas kesenangan yang bias dirasakan oleh manusia ketika memperoleh brang
tertentu. Kedua, keistimewaan
keistimewaan yang tersimpan pada zat barang itu sendiri, termasuk kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan manusia, dan bukan hanya kebutuhan orang tertentu
saja. Kegunaan ( utility ) ini kadang lahir dari tenaga manusia, atau lahir
dari harta kekayaan, atau lahir dari harta kekayaan, atau dari kedua duanya
sekaligus.
Sesuai dengan
fitrahnya, manusia bisa berusaha untuk memperoleh harta kekayaan tersebut untuk
dikumpulkan. Oleh karena itu, manusia dan harta kekayaan adalah sama sama
merupakan alat yang bisa dipergunakan untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan
manusia. Dua duanya merupakan kekayaan yang bisa diraih oleh manusia untuk
dikumpulkan. Jadi, kekayaan itu sebenarnya merupakan akumulasi dari kekayaan
dan tenaga.
Prinsip
Islam yang dapat dijadikan poros adalah bahwa, “kekuasaan palinh tinggi
hanyalah milik Allah semata (QS, 3:26, 15:2, 67:1) dan manusia diciptakan
sebagai khalifah-Nya di muka bumi,” (QS, 2:30, 4:166, 35:39). Sebagia
khalifah-Nya, “manusia telah diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Seluruh
ciptaan lainnya seperti matahari, bulan, langit (cakrawala), telah
ditakdirkan untuk dipergunakan oleh
manusia.”
Dapat
dikatakan prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.
Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah
adalah pemilik yang absolute atas semua yang ada
2.
Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi
bukan pemilik yang sebenarnya.
3.
Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna
seizing Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung
memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih
beruntung.
4.
Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5.
Kekayaan harus diputar.
6.
Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus
dihilangkan.
7.
Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dapat
menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan
seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.
Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi
semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.[4][5]
4.
Pandangan
Islam terhadap Ekonomi
Pandangan
Islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan pandangan Islam terhadap masalah
pemnfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana-sarana yang memberikan kegunaan
(utility) adalah masalah tersendiri, sedangkan perolehan kegunaan (utility)
adalah masalah lain. Karna itu kekayaan dan tenaga manusia, dua-duanya
merupakan, sekaligus sarana yang bisa memberikan kegunaan (utility) atau
manfaat sehingga, kedudukan kedua-duanya dalam pandangan Islam, dari segi
keberadaan dan produsinya dalam kehidupan, berbeda dengan kedudukan pemanfaatan
serta tata cara perolehan manfaatnya.[5][6]
Karena
itu, Islam juga ikut campurtngan dalam masalah pemanfaatan kekayaan dengan cara
yang jelas. Islam, misalnya mengharamkan beberapa pemanfaatan harta kekayaan,
semisal khamer dan bangkai. Sebagaimana Islam juga mengharamkan pemanfaatan
tenaga manusia, seperti dansa, (tari-tarian) dan pelacuran. Islam juga
mengharamkan menjual harta kekayaan yang haram untuk dimakan, serta
mengharamkan menyewa tenaga untuk melakukan sesuatu yang haram dilakukan. Ini
dari segi pemanfaatan harta kekayaan dan pemanfaatan tenaga manusia. Sedangkan
dari segi tata cara perolehannya, Islam telah mensyariatkan hokum-hukum
tertentu dalam rangka memperoleh kekayaan, seperti hokum-hukum berburu,
menghidupkan tanah mati, hokum-hukum kontrak jasa, industry serta hukum-hukum
waris, hibbah, dan wasiat.
Oleh
karena itu, amatlah jelas bahwa Islam telah memberikan pandangan (konsep)
tentang system ekonomi, sedangkan ilmu ekonomi tidak. Dan Islam telah
menjadikan pemnfaatan kekayaan serta dibahas dalam ekonomi. Sementara, secara
mutlak Islam tidak menyinggung masalah bagaiamana cara memproduksi kekayaan dan
factor prodok yang bisa menghasilkan kekayaan.
5.
Politik
ekonomi Islam.
Politik
ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hokum-hukum yang dipergunakan
untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan manusia. Sedangkan politik ekonomi
Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (bacis needs) tiap orang secara
menyeluruh, berikut kemungkinan taip orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder
dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu yang hidup dalam
sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup (life
style) tertentu. Islma memandang tiap orang secara pribadi, bukan secara
kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah Negara.[6][7]
Pertamakali, Islam memandang tiap orang sebagai manusia yang harus dipenuhi
semua kebutuhan primernya secara menyeluruh. Baru berikutnya, Islam
memandangnya dengan kafa sitas pribadinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Kemudian pada saat
yang sama, Islam memndangnya sebagai orang yang terikat dengan sesamanya dalam
dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan mekanisme tertentu, sesuai
dengan gaya hidup tertentu pula.
Oleh
karena itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan
taraf kehidupan dalam sebuah Negara semata, tanpa memperhatikan terjamin
tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut.
Ketika
mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam telah mensyariatkan
hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu, hokum-hukum syara’ telah
menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga Negara Islam
secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan papan. Caranya adalah
mewajibkan bekerja tiap laki-laki yang mampu bekerja, sehingga dia bisa
memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang
yang nafkahnya menjadi tanggungannya. Kalau orang tersebut suh tidah mampu
bekerja, maka Islam mewajib kepada anak-anaknya, serta ahli warisnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya. Atau bila yang wajib menanggung
nafkahnya tidak ada, maka baitul mal-lah
yang wajib memenuhinya.
Jelaslah
bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan eksistensinya sebagai manusia,
serta antara eksistensinya sebagai manusia dan pribadinya. Islam juga tidak
perah memisahkan antara anggapan tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer
yang dituntut oleh masyarakat dengan masalah mungkin-tidaknya terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Akan tetapi Islam telah
menjdikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan apa yang dituntut oleh
masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak mungin dipisahkan antara
satu dengan yang lain. Justru Islam
menjandikan apa yang ditutuntut oleh masyarakat tersebut sebagai asa (dasar
pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Islam
mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan Islam telah
menjadikan hukum mencari rezeki
tersebut. Adalah fardhu. Allah swt. Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian
rezeki-Nya.”
(QS. Al-Mulk: 15)
Banyak
hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam sebuah hadist: Bahwa Rasulullah
saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a., dan ketika itu kedua tangan
Sa’ad ngapal (bekas-bekas karena
dipergunakan kerja). Kemudian hal itu ditanyakan oleh Nabi saw., lalu Sa’ad
menjawab: “Saya selalu mengayunkan skrop
dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian Rasulullah saw.
menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak tangan yang
disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda:
“Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang ebih baik, selain
ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
[7][8]
6.
Kaidah
Umum Perekonomian
Dengan
membaca hukum-hukum syara’ yang menyangkut masalah ekonomi tersebut, nampaklah
bahwa Islam telah memecahkan masalah bagaimana agar manusia bisa memanfatkan
yang ada. Dan inilah yang sesungguhnya, menurut pandangan Islam, dianggap
masalah ekonomi bagi suatu masyarakat. Sehingga ketika membahas ekonomi, Islam
hanya membahas bagaimana cara memperoleh kekayaan masalah mengelola kekayaan
yang dilakukan oleh manusia, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di
tengah-tengah mereka. Atas dasar inilah, maka hukum-hukum yang menyangkut
masalah ekonomi dibangun di atas tiga kaidah, yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia.[8][9]
Kepemilikan
(property), dari segi kepemilikan itu
sendiri, sebenarnyamerupakan milik Allah, dimana Allah swt adalah Pemilik
kepemilikan tersebut, di satu sisi. Serta Allah sebagai Dzat yang telah
dinyatakan sebagai Pemilik kekayaan, di sisi lain. Dalam hali ini Allah swt
berfirman:
“Dan berikanlah kepada mereka, harta
dari Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”
(QS. An-Nur:33)
Sedangkan tentang pengolahan kepemilikan yang
berhubungan dengan kepemilikan umum (collective
property) itu adalah hak Negara, karena Negara adalah wakil ummat. Hanya
masalahnya, As –Syari’ telah melarang Negara untuk memgelola kepemilikin umum (collective property) tersebut dengan
cara barter (mubadalah) atau
dikapling untuk orang tertentu, sementara mengelola denganselain kedua cara
tersebut, asal tetap berpijak kepada
hokum-hukum, yang telah di jelaskan oleh syara’,
tetap diperbolehkan. Adapun mengelola yang berhubungan dengan kepemilikan
Negara (state property) dan
kepemilikan individu (private property)
Nampak jelas dalam hokum-hukum muamalah, seperti jual-beli, penggadaian dan
sebagainya. As-Syari’ juga telah memperbolehkan Negara dan individu
untuk memenej masing-masing kepemilikannya, dengan cara barter (mubadalah) atau diberikan (silah) untuk orang tertentu ataupun
dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah di jelaskan
oleh syara’.
C. KESIMPULAN
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai
cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi
dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa
membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan
ekonomi logis.
Prinsip-prinsip
kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.
Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah
adalah pemilik yang absolute atas semua yang ada
2.
Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi
bukan pemilik yang sebenarnya.
3.
Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna
seizing Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung
memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih
beruntung.
4.
Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5.
Kekayaan harus diputar.
6.
Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus
dihilangkan.
7.
Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dapat
menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan
seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.
Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi
semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.
Ekonomi Islam merupakan racikan resep
ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim, kita
tidak boleh meragukan kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu merumuskan
praktik-praktik ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tidak
menyalahi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nabhani,Taqyuddin,
Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Persektif Islam, Risalah Gusti, 1996, Surabaya.
Karim,
M.A S.E, Adiwarman. Ir.,Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam, The International Institut of Islamic Thought Indonesia,
2001, Jakarta
Lubis,
Ibrahim, H. Drs, Ekonomi Islam Suatu
Pengantar, Kalam Mulia, 1995 Jakarta.
Sholahuddin, M. S.E,
M.Si., Asas-asas Ekonomi Islam, PT.Raja
Grafindo Persada, 2007, Jakarta.
[1][1] Adiwarman Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
(Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia,2002), hlm.3
[2][2] ibid, hlm. 4
[3][3] M. Sholahuddin. Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo,2007), hlm. 5
[4][5] Op.Cit,28
[5][6] Taqyuddin An-Nabhani. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Perpektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti,1996), hlm.50
[6][7] ibid, hlm.52
[7][8] ibid,hlm.55
[8][9] ibid,hlm.61
Description: Makalah Tentang Ekonomi Islam Indonesia
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: Makalah Tentang Ekonomi Islam Indonesia
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: Makalah Tentang Ekonomi Islam Indonesia
Tidak ada komentar: