Look up

Kamis, 17 April 2014

Unknown 03.59.00 , ,
Peta Purbalingga
Nama Purbalingga berdasarkan kosa katanya terdiri atas dua suku kata, yaitu purba yang berarti kuna dan lingga yang berarti phallus. Selain pengertian ini, juga dikenal cerita tutur tentang asal mula nama Purbalingga, yaitu terdapatnya tokoh Kyai Purbasena dan Kyai Linggasena yang dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Purbalingga. Dari interpretasi nama Purbalingga mengindikasikan bahwa daerah ini mengandung berbagai tinggalan kebudayaan dari masa yang paling tua yaitu Purba.

Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika membicarakan sejarah Purbalingga adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran  (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram. Pada tahun 1740 ? 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.

Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari  ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka  pusat pemerintahan dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitap babat tsb, maka dalam  merekonstruksi sejarah Purbalingga, juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun 1996 tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.

Usai perang Diponegoro tahun 1830 terjadilah penataan wilayah di daerah Vorstenlanden yang dikenal dengan ‘Twede Vorstenlanden’ atau Vorstenlanden kedua. Dampak dari Perang Diponegoro, yaitu Sunan Pakubuwono ke-VI dibuang ke Ambon oleh Belanda dan diganti oleh Pakubuwono ke-VII sebagai Raja Surakarta. Dengan demikian seluruh wilayah ‘mancanegara’ (mancanegara : daerah yang de facto belum menjadi kekuasaan Belanda)  Surakarta, termasuk Purbalingga harus mengikuti situasi seperti itu. Oleh karena itu melalui Resolutie Van Den pada tanggal 22 Agustus 1831, daerah Banyumas dan bawahannya mendapat bagian penataan. Penataan itu berdasarkan surat komisaris Vorstenlanden tertanggal 20 April 1830 dan Besluit Van pada tanggal 18 Desember 1830 nomor 1.

Bupati Purbalingga dari Masa ke Masa :
Dibawah pemerintahan Kasunanan Surakarta :
Raden Ngabehi Dipoyudo III (1759 – 1787)
Raden Mas Yudokusumo (pejabat sementara, 1787 – 1792)
Raden Tumenggung Dipokusumo I (1792 – 1811)
Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (1811 – 1831)

Dibawah Pemerintahan Hindia Belanda :
1.     Raden Tumenggung Dipokusumo II (1831 – 1846)
2.     Raden Adipati Dipokusumo III (1846 – 1867)
3.     Raden Tumenggung Dipokusumo IV (1868 – 1883)
4.     Raden Tumenggung  Dipokusumo V/Kanjeng Candiwulan (1883 – 1899)
5.     Raden Adipati Aryo Dipokusumo VI (1899 – 1925)
6.     Raden Adipati Aryo Sugondo BSch.G.St (1925 – 1950)

Dibawah Pemerintahan Republik Indonesia :
7.     Mas Suyoto (1947 – 1948)
8.     Raden Mas Kartono (1948 – 1950)
9.     Raden Oetoyo Kusumo (1950 – 1954)
10.  Raden Hadisukmo (1954 – 1960).
11.  R Mochamad Sudjadi (1960 – 1967)
12.  Raden Bambang Murdarmo, SH (1967 – 1973)
13.  Letkol Psk. Goentur Daryono (1973 – 1979)
14.  Drs. Sutarno (1979 – 1984)
15.  Drs. Sukirman ( 1984 – 1989)
16.  Drs. Soelarno (1989 – 1994)
17.  Drs. Soelarno (1994 – 1999)

Pemilihan Bupati dengan Sistem Paket (berdasar UU No 22/1999)
18.  Drs H Triyono Budi Sasongko, M.Si – Drs H Soetarto Rachmat (Bupati – Wakil bupati, 22 Maret 2000 – 23 Maret 2005).

Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Langsung (Berdasar UU No. 32/2004)
19.  Drs H Triyono Budi Sasongko, M.Si – Drs H Heru Sudjatmoko, M.Si (Bupati – Wakil Bupati, 27 Juli 2005 –  27 Juli 2010).
20.  Drs. H Heru Sudjatmoko, M.Si – Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto, MM (Bupati dan Wakil Bupati Purbalingga, periode 2010 – 2015).
21.   Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto, MM (2013 – sekarang) menjadi Bupati Purbalingga menggantikan Drs. H Heru Sudjatmoko, M.Si karena terpilih sebagai Wakil Gubernur Jateng.

PENINGGALAN SEJARAH
Selain kekayaan budaya dan beberapa macam upacara tradisional, di Purbalingga terdapat berbagai peninggalan sejarah purbakala. Benda- benda purbakala tersebut tersebar di wilayah Purbalingga, antara lain :

1. BATU LINGGA
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga, merupakan penginggalan nenek moyang.

2. BATU LINGGA dan GUA GENTENG
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga. Gua ini letaknya di lereng bukit terbentuk dari lelehan lava yang membeku, gua ini kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin bersemedi.

3. GIRI CENDANA
Berada di desa Kojongan kecamatan Bojongsari + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan makam Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati Dipokusumo, Adipati Dipokusumo ini memegang tapuk pimpinan pemerintahan Kabupaten Purbalingga, yaitu Dipokusumo II,III, IV, V dan VI, sedangkan adipati yang pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah pada saat ditetapkannya KabupatenPurbalingga pada tanggal 18 Desember 18830.

4. GOMBANGAN
Berada di Dukuh Brubahan Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari + 5 km ke utara dari arah kota purbalingga. Merupakan tempat mandi yang berupa sumber mata air dan ramai dikunjungi pada malam hari, terutama pada malam jum?at kliwon. Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat memberikan tuah bagi yang mandi ditempat ini dan konon awet muda, dapat mendapatkan jodoh dan naik derajat.

5. SENDANG / PETIRTAAN
Berada di desa Semingkir, Kecamatan Kutasari + 7 km dari kota Purbalingga. Sendang ini konon dapat memberikan tuah bagi yang mempercayainya. Di kunjungi pada malam malam tertentu.6. MAKAM KYAI WILAH   Berada di desa Karangsari kecamatan Kalimanah + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan tokoh beragama islam yang cukup berpengaruh. Tempat ini sering dikunjungi orang-orang yang ingin mendoakan dan mengharap berkah dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

7. BATU LINGGA, YONI dan PALUS
Berada di Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon + 14 km dari kota Purbalingga. Merupakan peninggalan pada masa hindu.

8. MAKAM NARASOMA
Berada di kelurahan Purbalingga Lor kecamatan Purbalingga

9. ARDI LAWET
Berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang + 30 km dari kota Purbalingga. Merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh Jambu Karang, seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Kab. Purbalingga. Di tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang yang dikeramatkan. Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang malam Jum?at kliwon atau Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan yang paling ramai dikunjungi adalah Rabu Pon Bulan Suro. Untuk mencapai lokasi ke Ardi Lawet dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu :   Purbalingga - Bobotsari - Karanganyar - Karangmoncol - Rajawana - Panusupan - Ardi Lawet atau Purbalingga - Kaligondang - Pengadegan - Rembang - Rajawana - Panusupan - Ardi Lawet.

sumber : purbalinggakab.go.id
Description: SEJARAH PURBALINGGA
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: SEJARAH PURBALINGGA

Tidak ada komentar:

Apakah blog ini membantu?

Networking Area