Peta Purbalingga |
Nama Purbalingga berdasarkan kosa katanya terdiri
atas dua suku kata, yaitu purba yang berarti kuna dan lingga yang berarti
phallus. Selain pengertian ini, juga dikenal cerita tutur tentang asal mula
nama Purbalingga, yaitu terdapatnya tokoh Kyai Purbasena dan Kyai Linggasena
yang dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Purbalingga. Dari interpretasi
nama Purbalingga mengindikasikan bahwa daerah ini mengandung berbagai tinggalan
kebudayaan dari masa yang paling tua yaitu Purba.
Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika
membicarakan sejarah Purbalingga adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang
menurut sejarah menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang
pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II.
Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje
untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten
Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak
keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram. Pada tahun 1740 ? 1760, Kyai
Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah
desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas
(sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh
Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari
Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian
dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi
dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas
terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada
didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa
dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati
banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama
Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra
Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar
Raden Tumenggung Dipayuda III.Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas
saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka
yang bertindak sebagai penasihat, maka
pusat pemerintahan dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang
diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga
ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang
berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga,
Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitap babat tsb,
maka dalam merekonstruksi sejarah
Purbalingga, juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda
yang tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan
sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun 1996
tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Purbalingga
adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Usai perang Diponegoro tahun 1830 terjadilah
penataan wilayah di daerah Vorstenlanden yang dikenal dengan ‘Twede
Vorstenlanden’ atau Vorstenlanden kedua. Dampak dari Perang Diponegoro, yaitu
Sunan Pakubuwono ke-VI dibuang ke Ambon oleh Belanda dan diganti oleh
Pakubuwono ke-VII sebagai Raja Surakarta. Dengan demikian seluruh wilayah
‘mancanegara’ (mancanegara : daerah yang de facto belum menjadi kekuasaan
Belanda) Surakarta, termasuk Purbalingga
harus mengikuti situasi seperti itu. Oleh karena itu melalui Resolutie Van Den
pada tanggal 22 Agustus 1831, daerah Banyumas dan bawahannya mendapat bagian
penataan. Penataan itu berdasarkan surat komisaris Vorstenlanden tertanggal 20
April 1830 dan Besluit Van pada tanggal 18 Desember 1830 nomor 1.
Bupati Purbalingga dari Masa ke Masa :
Dibawah
pemerintahan Kasunanan Surakarta :
Raden Ngabehi Dipoyudo III (1759 – 1787)
Raden Mas Yudokusumo (pejabat sementara, 1787 –
1792)
Raden Tumenggung Dipokusumo I (1792 – 1811)
Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (1811 – 1831)
Dibawah
Pemerintahan Hindia Belanda :
1. Raden
Tumenggung Dipokusumo II (1831 – 1846)
2. Raden
Adipati Dipokusumo III (1846 – 1867)
3. Raden
Tumenggung Dipokusumo IV (1868 – 1883)
4. Raden
Tumenggung Dipokusumo V/Kanjeng
Candiwulan (1883 – 1899)
5. Raden
Adipati Aryo Dipokusumo VI (1899 – 1925)
6. Raden
Adipati Aryo Sugondo BSch.G.St (1925 – 1950)
Dibawah
Pemerintahan Republik Indonesia :
7. Mas
Suyoto (1947 – 1948)
8. Raden
Mas Kartono (1948 – 1950)
9. Raden
Oetoyo Kusumo (1950 – 1954)
10. Raden
Hadisukmo (1954 – 1960).
11. R
Mochamad Sudjadi (1960 – 1967)
12. Raden
Bambang Murdarmo, SH (1967 – 1973)
13. Letkol
Psk. Goentur Daryono (1973 – 1979)
14. Drs.
Sutarno (1979 – 1984)
15. Drs.
Sukirman ( 1984 – 1989)
16. Drs.
Soelarno (1989 – 1994)
17. Drs.
Soelarno (1994 – 1999)
Pemilihan
Bupati dengan Sistem Paket (berdasar UU No 22/1999)
18. Drs H
Triyono Budi Sasongko, M.Si – Drs H Soetarto Rachmat (Bupati – Wakil bupati, 22
Maret 2000 – 23 Maret 2005).
Pemilihan
Bupati-Wakil Bupati Langsung (Berdasar UU No. 32/2004)
19. Drs H
Triyono Budi Sasongko, M.Si – Drs H Heru Sudjatmoko, M.Si (Bupati – Wakil
Bupati, 27 Juli 2005 – 27 Juli 2010).
20. Drs. H
Heru Sudjatmoko, M.Si – Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto, MM (Bupati dan
Wakil Bupati Purbalingga, periode 2010 – 2015).
21. Drs H
Sukento Ridho Marhaendrianto, MM (2013 – sekarang) menjadi Bupati Purbalingga
menggantikan Drs. H Heru Sudjatmoko, M.Si karena terpilih sebagai Wakil
Gubernur Jateng.
PENINGGALAN SEJARAH
Selain kekayaan budaya dan beberapa macam upacara
tradisional, di Purbalingga terdapat berbagai peninggalan sejarah purbakala.
Benda- benda purbakala tersebut tersebar di wilayah Purbalingga, antara lain :
1. BATU LINGGA
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km
dari kota Purbalingga, merupakan penginggalan nenek moyang.
2. BATU LINGGA dan GUA GENTENG
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km
dari kota Purbalingga. Gua ini letaknya di lereng bukit terbentuk dari lelehan
lava yang membeku, gua ini kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin
bersemedi.
3. GIRI CENDANA
Berada di desa Kojongan kecamatan Bojongsari + 5 km
dari kota Purbalingga. Merupakan makam Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati
Dipokusumo, Adipati Dipokusumo ini memegang tapuk pimpinan pemerintahan
Kabupaten Purbalingga, yaitu Dipokusumo II,III, IV, V dan VI, sedangkan adipati
yang pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah pada
saat ditetapkannya KabupatenPurbalingga pada tanggal 18 Desember 18830.
4. GOMBANGAN
Berada di Dukuh Brubahan Desa Kajongan, Kecamatan
Bojongsari + 5 km ke utara dari arah kota purbalingga. Merupakan tempat mandi
yang berupa sumber mata air dan ramai dikunjungi pada malam hari, terutama pada
malam jum?at kliwon. Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat
memberikan tuah bagi yang mandi ditempat ini dan konon awet muda, dapat
mendapatkan jodoh dan naik derajat.
5. SENDANG / PETIRTAAN
Berada di desa Semingkir, Kecamatan Kutasari + 7 km
dari kota Purbalingga. Sendang ini konon dapat memberikan tuah bagi yang
mempercayainya. Di kunjungi pada malam malam tertentu.6. MAKAM KYAI WILAH Berada di desa Karangsari kecamatan
Kalimanah + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan tokoh beragama islam yang
cukup berpengaruh. Tempat ini sering dikunjungi orang-orang yang ingin mendoakan
dan mengharap berkah dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
7. BATU LINGGA, YONI dan PALUS
Berada di Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon + 14
km dari kota Purbalingga. Merupakan peninggalan pada masa hindu.
8. MAKAM NARASOMA
Berada di kelurahan Purbalingga Lor kecamatan
Purbalingga
9. ARDI LAWET
Berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang + 30 km
dari kota Purbalingga. Merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar
pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh Jambu
Karang, seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Kab. Purbalingga. Di
tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang yang dikeramatkan.
Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang malam Jum?at kliwon atau
Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan yang paling ramai dikunjungi adalah
Rabu Pon Bulan Suro. Untuk mencapai lokasi ke Ardi Lawet dapat ditempuh melalui
dua jalur yaitu : Purbalingga -
Bobotsari - Karanganyar - Karangmoncol - Rajawana - Panusupan - Ardi Lawet atau
Purbalingga - Kaligondang - Pengadegan - Rembang - Rajawana - Panusupan -
Ardi Lawet.
sumber : purbalinggakab.go.id
Description: SEJARAH PURBALINGGA
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: SEJARAH PURBALINGGA
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: SEJARAH PURBALINGGA
Tidak ada komentar: